Tuesday, September 18, 2007

SYAMSUL A'IMMATIZ ZARNUJI, MATAHARI YANG MEMBERI ARAH-Part 1


Seperti yang telah saya utarakan, sebenarnya nama saya SYAMSUL A'IMMATIZ ZARNUJI, bukan SYAMSUL AEMATIS ZARNUJI. Menurut ayah saya, nama di atas diadopsi dari nama pengarang salah satu kitab berbahasa Arab yang paling beliau sukai saat saya masih dalam kandungan [Ibunda hamil], yang dalam bahasa Indonesia berjudul METODE DIDAKTIK PENGAJARAN. Kata beliau, nama itu sungguh sangat bermakna. Syamsul berasal dari kata bahasa Arab ‘syamsu’ yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘matahari’. Sedangkan A’immatiz berasal dari akar kata ‘imam’ yang berarti ‘pemimpin’. Jadi secara filosofis, matahari dan pemimpin memiliki kesamaan sifat yaitu hal atau sesuatu yang memberi arah. Ayah saya selalu mengingatkan saya, ‘jika kelak kamu jadi pemimpin, minimal pemimpin dalam rumah tanggamu, jadilah pemimpin yang mampu memberi arah bagi istri dan anak-anakmu’. Itulah amanah yang paling besar yang menjadi warisan yang tak ternilai harganya yang pernah saya terima dari ayah saya meskipun kata ZARNUJI yang menjadi nama akhir saya tidak pernah beliau jelaskan kepada saya apa maknanya.


Saya dilahirkan [tidak tau tanggalan yang sebenarnya karena ayah saya tidak mencatatnya] di sebuah kampung kecil di pulau Sumbawa, kurang lebih 95 kilometer dari Sumbawa Besar [Sumbawa Besar adalah ibukota Kabupaten Sumbawa] atau 25 kilometer dari Taliwang, ibukota Kabupaten Sumbawa Barat. Nama kampung itu sama persis dengan nama sebuah tempat dimana salah satu maskot olahraga negara kita berada. Itulah Senayan, sebuah desa yang sebagian besar penduduknya hidup dari bercocok tanam di sawah atau lahan kering tadah hujan.


Saya banyak menghabiskan masa kecil saya di kampung ini, belajar dan membantu ayah bekerja di sawah atau ladang selepas sekolah. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, kecerdasan, bakat seni dan kemampuan berorganisasi saya sudah mulai nampak. Paling tidak itu yang sering diucapkan oleh ibunda saya. Kenyataannya memang saya sangat suka seni suara dan seni rupa. Akting dan melakukan orasi di depan umum juga menjadi salah satu bidang yang paling saya gemari. Sementara di bidang organisasi saya menjatuhkan pilihan pada hal-hal yang berhubungan dengan kepanduan. Di bidang akademik, saya nggak punya preferensi yang lebih spesifik. Saya menyukai hampir semua mata pelajaran yang diberikan ketika itu. Namun satu hal yang menurut saya agak lain dari kebanyakan teman-teman sebaya saya di sekolah saat itu adalah, saya nggak pernah punya waktu khusus untuk belajar terutama kalau lagi di rumah. Modal saya hanya apa yang saya dengar dari guru saya saat beliau menyampaikan materi di dalam kelas. Saya praktis lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dan mengikuti kegiata-kegiatan kesukaan saya; menyanyi dan latihan pramuka. Biar begitu, tetap saja saya dapat ranking 1 dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Mungkin karena tidak ada saingan saya di sekolah itu saat itu. Atas prestasi tersebut, saya rutin menerima beasiswa dari Yayasan Supersmar.


Selepas SD tahun 1984 saya melanjutkan sekolah ke SLTP tepatnya di SMP Negeri 1 Seteluk tanpa melalui Tes Seleksi Penerimaan Siswa Baru. Saat itu kebetulan ada kebijakan "bagi yang memiliki total nilai tertinggi pada ijazah SD dimana ia sekolah, yang bersangkutan boleh memilih sendiri Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dimana ia sukai tanpa melalui seleksi" dan memang saat itu saya memenuhi persyaratan tersebut. Selama saya duduk di bangku SLTP kegemaran saya nggak berubah, selalu saja berhubungan dengan seni dan kegiatan kepanduan. Kalau waktu masih duduk di bangku SD saya lebih banyak mengikuti kegiatan seni suara, di SLTP lebih luas lagi, mulai dari seni lukis, baca puisi, berpidato hingga menulis cerpen. Sering kali saya mengikuti berbagai perlombaan dan pasti dapet juara. Yang paling berkesan dan masih segar teringat dibenak saya adalah ketika saya pertama kali naik punggung untuk mengikuti lomba baca puisi dalam rangka peringatan hari pendidikan nasional di Kecamatan Seteluk. Puisi yang saya baca saat itu adalah Habislah Gelap Terbitlah Terang karya Ki Hajar Dewantara. Saking semangat dan berapi-apinya saya membacakan puisi tersebut sampai-sampai acungan tangan saya ke atas nggak terkontrol lagi. Dan ups, lengan baju saya persis pada bagian ketiak koyak tak karuan. Penonton tertawa habis-habisan sambil menyemangati saya dengan memberikan tepuk tangan yang meriah. Malunya bukan main. Tetapi akhirnya terobati karena saya berhasil meraih dua gelar sekaligus; sebagai juara 1 dan peserta fovorit untuk mata lomba Baca Puisi tingkat Kecamatan tersebut.


Walaupun kegiatan ekskul saya seabrek, prestasi akademik saya nggak pernah merosot. Saya nggak pernah keluar dari ranking 1-3 setiap semester. Di SMP Negeri 1 Seteluk saya masuk kelas A dimana pesaing-pesaing saya rata-rata memilki kecerdasan di atas rata-rata bila dibandingkan dengan siswa-siswa pada kelas-kelas yang lainnya. Salah satu pesaing saya yang paling saya ingat namanya adalah Evi Nurul Komariah. Dia sangat cerdas. Dia salah satu putri dari kepala sekolah saya.




Salam dari Balikpapan


No comments: