Nama saya sebenarnya Syamsul A'MMATIZ Zarnuji, bukan AEMATIS seperti yang tertera pada dokumen-dokumen resmi saya. Kesalahan tersebut terjadi ketika nama saya ditulis pertama kali secara resmi dalam ijazah SD saya sekitar 30 tahun yang lalu. Saya tidak tau persis kenapa bisa salah. Yang saya tau, ayah saya [almarhum] saat itu sempat protes ke sekolah setelah mendapati nama anaknya tertulis tidak sesuai dengan nama yang diberikan oleh beliau. Namun 'nasi udah jadi bubur' alias nggak mungkin diubah lagi. Sehingga penulisan nama pada dokumen-dokumen resmi saya selanjutnya mengacu kepada nama yang salah tersebut.
Walaupun Shakespier [jangan diketawain ya, ini yang nulis orang Indonesia, bukan londo] bilang, apalah artinya sebuah nama, buat ayah saya dan saya, nama itu cukup berpengaruh dalam menentukan suasana untuk hal-hal tertentu dan di tempat-tempat tertentu. Coba bayangkan kalau misalnya nama saya SUDARMONO. Saya tinggal di Bima, salah satu kota di Nusa Tenggara Barat. Saya pastikan masyarakat yang sehari-harinya berkomunikasi dalam bahasa Bima [baca:mbojo] akan selalu mendapatkan kesulitan manakala harus memanggil atau menyebut nama lengkap saya. Apa masalahnya ?
Begini, saya pernah mendapat cerita dari seorang kawan soal ini. Wallahu'alambissawaf, apakah betul terjadi atau tidak. Konon katanya, dulu pak Sudarmono, mantan wapres kita pernah berkunjung ke Bima untuk meresmikan salah satu mega proyek pembangunan irigasi di sana. Sepanjang jalan menuju proyek irigasi tersebut, banyak sekali terbentang spanduk dan umbul-umbul. Namun aneh, nama beliau dalam ucapan-ucapan selamat datang pada spanduk tersebut tak satupun tertulis dengan lengkap. Semua tertulis; SELAMAT DATANG BAPAK SUDAR, WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PROYEK... dst. Sang wakil presiden nampaknya penasaran dengan tulisan tersebut selama dalam perjalanan. Beliau lalu bertanya kepada ajudannya, "kamu tau nggak kenapa nama saya tidak ditulis dengan lengkap ?" tanya sang wapres. Tentu si ajudan nggak bisa menjawab karena dia tidak bisa berbahasa bima [baca:mbojo]. Sebentar kemudian walikota Bima yang kebetulan orang Bima [baca:dou mbojo] mendekati si ajudan untuk mengkonsultasikan tentang aturan protokoler sang wapres selama berada di Bima. Sebelum sempat berbicara panjang lebar, sang ajudan langsung saja bertanya pada pak wali. "Bapak tau nggak kenapa nama pak wapres pada setiap spanduk tertulis SUDAR saja, bukan SUDARMONO ? Sang walikota nggak langsung menjawab. Ia hanya bilang 'itu nggak bagus'. "Nggak bagus apanya pak ? " tanya si ajudan kembali. "Bisa bapak mendekat sedikit ke saya ?" kata pak wali. Sambil agak berbisik karena takut di dengar pak wapres, "Jangan dikasi tau siapa-siapa ya, MONO itu dalam bahasa bima [maaf] artinya alat kemaluan laki-laki" kati si walikota. Sontak saja si ajudan terperanjat.
Nah, benar kan, nama atau arti nama itu sangat penting. Jadi kalau saat ini yang ngebaca weblog saya ini atau ada keluarga atau tetangga yang sedang mepersiapkan nama putra-putrinya, tolong 'dibisikin' ya supaya hati-hati memberikan nama kepada putra-putri mereka. Trus, nama anda atau nama saya apa artinya ? Untuk nama anda, jadiin PR aja deh. Saya akan uraikan arti nama saya pada episode berikutnya. Bye, see you soon !
The Zarnuji, Balikpapan-Indonesia
No comments:
Post a Comment